Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim. Foto: gln.kemdikbud.go.id |
Bagi masyarakat, membahas isu tentang pemilihan presiden saat ini bukan hanya masih terasa jauh pelaksanaanya. Tetapi juga seperti tidak ada esensinya. Toh, bukankah kita hanya memilih dan bahkan tidak punya kuasa untuk menentukan siapa yang harus dicalonkan?
Tapi semua ini tentu tidak bagi para calon kandidat yang masih terniat. Termasuklah bagi para partai politik. Kendaraan yang kelak menjadi penghantar sang calon untuk mendaftarkan dirinya. Bagi mereka ini, bisa jadi 5 tahun hanya terasa seperti 5 hari. Sempit sekali.
Semakin terasa sempit jika elektabilitas kandidat yang rencana diusungkan itu berada di angka yang stagnan. Apalagi menurun. Dapat dipastikan jika hitungan waktu itu semakin mendekat, dinamika politik menjelang kontes 5 tahunan itu pun akan semakin terasa kobarannya.
Ada yang terang-terangan. Ada juga yang sedang mengutak-atik perhitungan. Pastinya beberapa nama sudah mencuat. Bahkan beberapa lembaga survei mulai rajin merilis nama-nama itu. Memberikan nomor urut berdasarkan tingkat elektabilitasnya. Kemudian, kita dipaksa mengenal (kembali) nama–nama itu.
Jika berkaca dari periodik Pilpres langsung, khusus saat pemilihan pertamanya, yakni pemilihan yang tidak diikuti oleh petahana. Pemenangnya adalah bukan tokoh yang awalnya diprediksi sebagai pemenang. Meski ada peserta pilpres yang juga menjadi pemimpin partai, tapi pemenangnya bukanlah dari partai besar. Meski ada yang diusung partai besar, tapi dia bukanlah pemimpin partai besar itu.
Unik memang. Tetapi kita yakin. Keunikan itu bukan hadir tiba-tiba. Tapi juga didukung dengan kemampuan kandidat beserta ‘timnya’ dalam melihat situasi. Termasuk dalam memaksimalkan potensi sekaligus memanfaatkan momentum. Kemudian akhirnya bisa hadir sebagai pemenang.
Mungkin keunikan ini bisa terulang dengan hadirnya tokoh baru dalam arena Pilpres 2024 mendatang. Tokoh baru yang namanya di luar lingkaran utama dari berbagai rilis hasil survei.
Seperti judul artikel ini, maka saya melihat, di antara tokoh yang berpotensi itu tidak lain adalah Mas Menteri, Nadiem Makarim. Terlepas apakah Mas Menteri ini sudah memikirkan langkah-langkahnya ke depan. Atau apakah memang belum sama sekali dengan dalih ingin tetap fokus memantapkan SDM melalui Kementeriannya. Hanya dia dan juga ‘timnya’ yang tahu tentang ini semua.
Unik memang. Tapi itulah jalan dari ‘takdir’ Nadiem Makarim. Siapa sangka akhirnya beliau bisa menjadi Menteri. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian diberikan 'bonus' Ristek pula.
Keunikan inilah yang bisa kita lihat menjadi modal besar bagi Nadiem Makarim untuk menjadi nominator dalam perhelatan Pilpres 2024. Jika sudah terdaftar sebagai Capres, kemenangan tentu sudah di depan mata. Mengapa? Selain keunikan tersebut, Beliau memang sudah memiliki 3 kunci utama yang harus dimiliki oleh para pemenang Pilpres nantinya. Takhta, Harta, dan Data.
Takhta? Jelas, saat ini Nadiem Makarim sudah berada di dalam ring pemerintahan dengan jabatan sebagai seorang menteri.
Harta? Jelas, di jajaran para menteri, Nadiem Makarim masuk dalam kategori menteri dengan kekayaan terbanyak.
Data? Jelas, bahkan sebelum menjadi menteri beliau sangat berpengalaman dalam dunia data.
Ketiga modal itu sudah dimiliki Nadiem Makarim. Kelak, jika memang ingin mencalonkan diri, Nadiem Makarim hanya butuh restu agar bisa mendapatkan tiket dari petinggi partai saja. Terkait hal ini, kita juga melihat sepertinya hubungan Mas Menteri sedang baik-baik saja dengan para petinggi partai.
Nah, potensial sekali bukan? Walau bukan berlatar belakang politisi, justru kita bisa melihat Nadiem Makarim seperti mempunyai skill yang melampaui para politisi ulung. Sepak terjangnya semakin menggoda. Melampaui nama-nama politisi yang selalu menghiasi setiap rilis dari hasil survei belakangan ini.
Sebenarnya tulisan ini adalah reflektif atas kejutan dinobatkannya pendiri Gojek ini menjadi menteri pada Oktober 2019 silam. Penobatan yang di luar prediksi kita bersama. Namun tentunya tidak bagi sosok Nadiem Makarim, karena memang ia punya ‘kekuatan’ untuk dipilih menjadi menteri. Bahkan menjadi menteri yang dilantik dua kali. Bahkan menjadi Capres--dan menang, nantinya.
Kejutan yang diberikannya tidak sampai saat pelantikan saja. Isi pidato, program kerja, bahkan sampai gaya busana saat menghadiri salah satu prosesi wisuda di salah satu kampus terbesar negeri ini, dan termasuk kebijakan-kebijakannya. Semuanya penuh kejutan.
Mulai sekarang dan mungkin nanti. Perlahan tapi pasti, kita akan mulai terbiasa dengan kejutan-kejutan yang akan diberikannya. Termasuk misalnya nanti ketika Beliau mendeklarasikan diri untuk maju sebagai bakal Capres 2024 . Atau mungkin juga ketika akhirnya (hanya) ikut bertarung merebut kursi DKI 1.
Gimana Mas Menteri?
Semoga pendidikan semakin pulih.
***Tulisan terbit dengan judul yang sama di Kumparan, 24 November 2021